Kamis, 28 Juni 2012

Foto Shoot (AGAIN)

model : winnie
Req : Foto Casting (studio)
Mid shoot sharing :D
CLick Image for more large..!!
Enjoy




                      
 























masii buannyak foto2 laenya..
 klo mau ngintip PHOTOWORKS yg laennya
tinggal click link ini 

 click ===> USYTHA <=== click
click ===> WINNIE <=== click
click ===> SHASHA <=== click
Dll.


atau klo pengen lebih jelas or barangkali pgn hunting bareng or pgn d foto ama ane bisa
click ===> PROFILE <=== click

Minggu, 24 Juni 2012

EKSPLOITASI KEINDAHAN WANITA DALAM MEDIA (DITINJAU DARI PERSPEKTIF MODEL)

ABSTRAK -KATA KUNCI


Fenomena pengeksploitasian tubuh wanita sudah terjadi sejak lama. Dari hal sederhana, seperti penggunaan model wanita terutama yang difokuskan kepada bagian tubuh ataupun yang lainnya dalam iklan-iklan, media cetak maupun acara televisi, ataupun ajang seperti pemilihan wanita sejagad yang mempertontonkan keindahan tubuh wanita.
Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan wanita dalam media, seperti media cetak dan elektronik akan lebih menarik bila menggunakan model yang masih muda, memiliki sex appeal yang tinggi, dan bentuk tubuh yang menarik. Aspek lainnya adalah perilaku dan aktivitas tubuh, yang dapat dilihat dari ekspresi tubuh, seperti pose dan pakaiannya.
Media masa seringkali memuat iklan, ataupun acara yang menunjang stereotip gender, yaitu wanita sebagai objek. Contohlah model-model dan bintang-bintang di televisi. Tentu memiliki tubuh yang menarik, memiliki sex appeal yang tinggi, dan aspek-aspek lain dalam komoditi kapitalisme. Hal ini menjadi asumsi umum, sehingga wanita-wanita yang teriming-imingi mendapatkan kesuksesan dengan cara instan, mau mempertunjukkan tubuhnya di depan kamera, baik untuk media cetak maupun media elektronik. Hal ini mengakibatkan fenomena eksploitasi tubuh wanita di media menjadi sebuah rantai lingkaran.
         Yang menarik kemudian adalah ketika persoalan ini dimunculkan. Apakah mereka (sang model) melihatnya sebagai bentuk apresiasi terhadap perempuan ataukah eksploitasi? Yang pasti bahwa wanita/ perempuan punya nilai “jual” yang sangat tinggi di dunia media.

KATA KUNCI : eksploitasi keindahan wanita, wanita di media, perspektif sang model dalam media.



LATAR BELAKANG
Sudah banyak pembahasan dan penelitian mengenai eksploitasi tubuh wanita di media. Menurut Matlin (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2006:336) disebutkan bahwa televisi, film, musik, dan media masa lain membawa pesan terhadap maskulinitas dan feminisitas. Media-media masa tersebut membangun stereotip akan wanita dan laki-laki.
Menurut McCauley, Stitt, & Segal serta Taylor dalam Michener, DeLamater, & Myers (2004:114), stereotip adalah karakteristik yang ada pada semua anggota dari suatu kelompok atau kategori sosial. Salah satu macam stereotip adalah stereotip jenis kelamin. Stereotip jenis kelamin adalah keyakinan tentang sifat kepribadian wanita dan pria (Sears, Freedman, & Peplau, 1985:194). Salah satu stereotip yang berkembang akibat pengaruh media adalah wanita adalah objek dalam media, sementara laki-laki adalah subjek.
Sebagai tambahan, sudah banyak penelitian yang menunjukkan hal tersebut. Contohnya adalah penelitian oleh McArthur & Resko (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2006:337) yang menunjukkan bahwa 70% dari laki-laki di iklan televisi dilambangkan sebagai seorang ahli, sementara 86% dari wanita adalah modelnya. Selain itu, dalam penelitian lain oleh Archer (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2006:337), ditemukan bahwa dalam foto-foto di majalah dan surat kabar Amerika, laki-laki lebih difokuskan pada wajahnya, sementara wanita difokuskan pada tubuhnya.
Penelitian-penelitian lain juga menunjukkan hal yang serupa. Fokus pada tubuh wanita tidak hanya ditemukan pada majalah dan surat kabar, tetapi juga talk show televisi dan iklan-iklan. Hal ini semakin menegaskan stereotip yang berkembang bahwa wanita hanyalah objek utama dalam media.

TUJUAN PENELITIAN
Dalam peneliatian ini penulis mencoba menelaah / melihat dari sudut pandang objek, atau dari perspektif sang model, dan mencoba mendalami mengenai:
1. Mengapa daya tarik wanita sering kali dijadikan objek utama dlm sebuah media?
2. Apa motivasi Objek (sang model) untuk mereka mau / bersedia dirinya diekspose?
3. Psikologi Analisi sang Model                                                                      
- Ada keterpaksaan / suka rela
- Merasa dilecehkan / malah berbangga diri
4. Apakah Media patut disalahkan?
5. Sebuah bentuk eksploitasi atau apresiasi?

METODE PENELITIAN


Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif,  yakni menggali data berdasarkan apa yang diucapkan, dirasakan, dan dilakukan oleh partisipan (sang model). Adapun tekhnik yang digunakan pada penelitian ini adalah
-       

Tekhnik Observasi
Penulis terlibat langsung dalam pengambilan gambar objek (model) dalam foto session sebuah event yang diselenggarakan oleh sebuah komunitas fotografer dan sebelum-sebelumnya telah mengikuti beberapa sesi pemotretan model (wanita).
-        Tekhnik Wawacara
Melakukan deep interview kepada beberapa model untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan.

PERSPEKTIF
Tradisi Sosiopsikologis
Tujuan dibalik tradisi sosiopsikologis adalah untuk memahami bagaimana dan mengapa setiap individu manusia beperilaku seperti yang mereka perbuat (khususnya sang model sebagai objek). Ilmu pengetahuan dalam tradisi ini mencoba untuk menjawab pertanyaan,“Apa yang memperkirakan bagaimana pelaku media akan berpikir dan bertindak dalam kondisi sepert ini ? adapun kaitan  teori yang digunakan adalah : teori social learning, teori sifat dan teori Penilaian Sosial.

ANALISIS
Berikut adalah data hasil wawancara yang Telah melalui penyempurnaan & penggalan kalimat pilihan dibawah ini: 
Pertanyaan 1     : Pemaknaan model menurut kamu?
Model A            : “ Model itu salah satu unsur yang penting banget, klo gak ada kita sebagai model, lantas apa yang menarik? Mungkin klo diibaratkan  gelas tanpa air kali ya"
Model B            : “Model ya Object itu sendiri kali ya. Yang di tuntut jadi karya seni yang menarik, enak di pandang, dan bisa memposisikan dirinya sebagai bintang utamanya”
Pertanyaan 2     : Perasaan kamu saat jadi objek/model?
Model A            : “Perasaanya semangat, tegang, dll. Dimana saya harus berusaha mengahislkan ekspresi2 menarik yang diinginkan atau sesuai tujuan dari pemotretan.”
Model B            : “Antusian & Seneng pastinya, bisa jadi object apa lagi kalau hasilnya memuaskan. Jadi kebanggaan sendiri juga.”
Pertanyaan 3     : Alasan mau menjadi objek (model)?
Model A            : “Kenapa yahh? asik ajah, Pokoknya waktu ngeliat hasil sesuai yang diingkan itu suatu kepuasan tersendiri bagi saya.”
Model B            : “Itu karena pertama aku hobby eksis di depan kamera. Seneng di puji dan ngelatih kepercayaan diri juga.”
Pertanyaan 4     : Sharing seputaran pengalamanya jd model?
Model A            : “Tetap tenang, usaha menghasilkan foto yang terbaik, intinya ekspresi itu bakal muncul dg sendirinya kalau kita sbg model juga mempunyai mood atau suka dengan pemotretan tersebut. Awalnya emang canggung atau masih malu-malu tapi stelah beberapa kali bakalan asik banget dan bakal terbiasa di depan camera.”
Model B            : ”Dari hobby ingin bisa menjadi sesuatu yang menghasilkan juga kali ya, soalnya kalo aku gak mau apa yang aku lakuin itu ga ada hasilnya . Seneng sih bisa jadi object, Soalnya selain bisa ngelatih kita buat tampil di depan orang banyak juga kita belajar mengontrol emosi merubah mimik muka dalam sekejap tanpa harus terpancing. Selain itu juga karena sering hunting dll kita juga bisa banyak kenal dan dikenal org pastinya. Ga heran kalo tiba-tiba ada orang yang nyamperin ngajakin kenalan pas dilokasi atau minta photo baren, Seruu berasa jadi seleb.”
Berdasarkan penggalan data diatas, sebenarnya sudah menjawab dari beberapa pertanyaan pada tujuan penelitian ini. Bahwa pada dasarnya, mereka (dalam hal ini objek/model) secara sadar mereka dengan suka rela, mau / bersedia dirinya dijadikan sebuah objek dan diexpose. Bahkan secara psikologis mereka merasa senang dan bangga menjadi sebuah bagian dalam produksi, terutama bila menguntungkan baginya (model).
Lantas yang menjadi pertimbangan berikutnya adalah sang fotografer / kameraman sebagai pembidik model, dalam temuan ini sepenuhnya sang model sadar dan percaya akan sang pembidik / pengambil gambar. Jadi filterisasi perdana ada pada kuasa sang pembidik gambar, karena dengan sangat leluasa mereka bebas mengambil dari sudut manapun, angle manapun, maupun bagian manapun.
Apapun yang menurut sang pembidik gambar indah dan menarik khususnya akan bermanfaat bagi “kepentingan” tertentu, maka tak sedikit pun moment yang akan dilewatinya.

PEMBAHASAN
MENJAWAB PERTANYAAN PENELITIAN
Penjelasan mengenai mengapa wanita yang menjadi objek, dapat dijelaskan bila menilik pada chain of activities media masa dikuasai oleh laki-laki (Kuntowijoyo, et al., 1997:104). Dengan kata lain, keindahan yang ditampilkan adalah keindahan menurut pandangan laki-laki.
Perempuan sebagai obyek disini adalah sebagai tempelan yang berlandaskan manfaat atas kepentingan tertentu, dalam hal ini adalah media baik itu cetak ataupun elektronik. Lantas kenapa perempuan di eksploitasi sebagai obyek disini? tentunya alasan yang umum adalah nilai jual perempuan mahal sebab perempuan makhluk yang menawan dalam arti fisik apapun alasannya hampir pasti orang suka ketika melihat perempuan di televisi atau media. Ironisnya disini adalah perempuan / wanita cenderung mempunyai fungsi hanya sebagai keindahan dimana keindahan biologis dimanfaatkan oleh pelaku media sebagai komoditas dan identitas dari sebuah mutu dan kesan mewah.
Fenomena pengeksploitasian tubuh wanita sudah terjadi sejak lama, Fenomena pengeksploitasian tubuh wanita ini termasuk ke dalam teknokrasi sensualitas. Teknokrasi sensualitas adalah sebuah upaya untuk mengontrol dan mempengaruhi masyarakat lewat keterpesonaannya pada penampilan sensualitas yang diproduksi secara artifisial (Piliang, 2004:343) dimana tubuh perempuan maupun sifat keperempuanan dijadikan salah satu alat untuk memancing daya tarik khalayak.
Pesona yang didapat oleh masyarakat muncul dari persepsi visual. Sehingga, muncullah budaya penggunaan tubuh wanita di media sebagai alat untuk mempengaruhi masyarakat. Aspek lainnya adalah perilaku dan aktivitas tubuh, yang dapat dilihat dari ekspresi tubuh, seperti pose dan pakaiannya.
   Kebebasan dalam mengaktualisasikan diri merupakan hak semua orang, sudah menjadi naluri yang fitrah karena manusia merupakan makhluk yang ingin diakui keberadaannya dan tidak ada strata baik gender ataupun status sosial dalam hal ini.
Sangat sulit memang untuk menyatakan perempuan sama dengan laki-laki, baik dengan mengatas namakan potensi ilmiah maupun potensi lain yang dapat mengidentifikasi kelebihan dari salah satu keduanya. Adanya perbedaan dari dua jenis manusia itu harus diakui, suka ataupun tidak. Atas dasar perbedaan itulah, maka lahir perbedaan dalam tuntutan dan ketetapan hukum, masing-masing disesuaikan dengan kodrat, jati diri, fungsi serta peranan yang diharapkan darinya baik laki-laki maupun perempuan dan itu semua demi kemashlahatan bersama.
Perempuan merasa senang, karena itulah tugas menuntut untuk membuat orang lain senang dan tanpa sadar kalau perempuan merasa senang bahwa dirinya dieksploitasi. Ekploitasi ini terjadi bukan hanya atas kerelaan perempuan semata, namun juga karena kebutuhan kelas sosial itu sendiri dan apa yang menyebabkan gambaran perempuan dalam media masih cenderung sebagai objek ? Hal itu terjadi karena yang mendominasi media: pemilik, penulis, reporter, editor dan sebagainya itu masih didominasi oleh laki-laki. Sepanjang ini masih terjadi perempuan tidak bisa melakukan banyak hal atau menuntut beragam kehendak sekitar perubahan citra mereka di media massa.

KAITAN TEORI
Fenomena ini lebih ditekankan kepada para wanita yang mau begitu saja menjadi objek di media. Dalam kajian ini terdapat teory social learning, yang menekankan pada pembelajaran melalui observasi dan imitasi model, dimana proses tersebut mengacu pada perkembangan peran gender (Ciccarelli & Meyer, 2006:378).
Hal ini menunjukkan bahwa anak akan belajar untuk mengobservasi model yang berjenis kelamin sama dan meniru tingkah laku mereka. Model yang ada di sini tidak hanya orangtua ataupun orang terdekat, tetapi juga model dari televisi, film, maupun majalah. Bila dikaitkan dengan fenomena ini, teori ini akan menjelaskan mengapa para wanita mau mempertunjukkan tubuhnya di depan kamera.
Dengan kemunculan media di jaman kapitalisme dan banyaknya wanita yang sudah menjadi objek di media, para wanita lain kemudian mempelajari bahwa dengan mempertunjukkan tubuhnya, mereka akan medapatkan kesuksesan secara instan.
Para wanita ini juga dapat dikatakan memiliki motivasi lebih untuk mendapatkan kesuksesan. Menurut hierarki Maslow, menjadi seseorang yang terkenal mungkin saja menjadi kebutuhan aktualisasi dirinya, yaitu kebutuhan tertinggi dari hierarki ini.

KESIMPULAN
Seluruh persoalan eksploitasi wanita di media tidak terlepas dari kepentingan tertentu, karena didalam sebuah produksi media banyak sekali kuasa-kuasa yang terlibat didalamnya, berangkat dari kuasa sang model (objek) itu sendiri sampai kepada khalayak. Lantas dalam hal ini kita juga tidak bisa serta merta menyalahkan para praktisi media.
Wanita atau perempuan secara filsafat adalah makhluk humanis, namun tidak berarti lemah untuk melakukan sesuatu yang sulit dari apapun yang pro atau pun kontra terhadap eksploitasi di media, Sebagai cara untuk mengatasi permasalahan yang menimbulkan kontra dari berbagai pihak ini, terutama dari pihak wanita sendiri, maka hal pertama yang harus dikembangkan adalah adanya kesadaran pada semua pihak, mulai dari kuasa sang model, kuasa agen, kuasa photografer maupun kuasa khalayak.
Para pelaku terkait hendaknya saling menghargai kaum wanita sebagaimana mestinya, bukannya malah hanya memanfaatkan wanita karena keindahan biologisnya saja yang malah akan memperburuk stereotype kaum wanita. Terlepas dari apakah mereka menyadari akan adanya kontra atau keberatan dari pihak-pihak tertentu, sudah seharusnya wanita tidak dijadikan "objek tempelan" pada iklan-iklan agar adanya persepsi pengeksploitasian wanita pada dunia periklanan dapat segera dihilangkan.
Walaupun secara psikologis wanita tersebut, secara sadar dan tanpa paksaan sama sekali bersedia untuk menjadi bagian dari pada setiap produksi dalam media. Bahkan mereka bangga akan bagian tubuhnya sendiri. Alangkah bijaknya sebuah perwujudan apresiasi terhadap wanita tetap memperhatikan etika dan sopan santun, juga dikemas secara profesional.  

SUMBER REFERENSI
Kuntowijoyo, Damono, S. D., Siregar, A., Ibrahim, M. D., Danarto, Redana, B., et al. (1997). Lifestyle Ecstasy. (I. S. Ibrahim, Ed.) Yogyakarta: Jalasutra.
Michener, H. A., DeLamater, J. D., & Myers, D. J. (2004). Social Psychology (5th Edition ed.). Belmont: Thomson Learning, Inc.
Piliang, Y. A. (2004). Dunia yang Dilipat. Yogyakarta: Jalasutra.
Sears, D. O., Freedman, J. L., & Peplau, L. A. (1985). Psikologi Sosial (5th Edition ed., Vol. II). (M. Adryanto, Trans.) Jakarta: Erlangga.
Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas EkonomI Universitas Indonesia.
Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2006). Social Psychology (12th Edition ed.). New Jersey: Pearson Education, Inc.